Radiologi, Ditakuti dan Jarang Peminat tapi Dibutuhkan

Kalau dihitung-hitung, kamu termasuk rajin mengunjungi rumah sakit atau enggak, Sobat Pintar? Bukannya apa sih, tapi pernahkah kamu memperhatikan para petugas kesehatan lain di rumah sakit, selain dokter dan perawat?

Baca juga: 5 Profesi untuk Kamu yang Introvert

Kalau kebetulan pernah memasuki ruang rontgen, kamu akan bertemu dengan seorang petugas yang mengoperasikan peralatan di dalam ruang periksa. Nah, para petugas kesehatan yang bekerja di Instalasi Radiologi ini dulunya kuliah di Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi.

 

Teknik yang Bukan di Fakultas Teknik


Photo by MART PRODUCTION on Pexels

Meskipun ada radio-radionya, jurusan ini enggak ada hubungannya sama sekali dengan radio, ya! Jangan berimajinasi Radiodiagnostik berarti mendiagnosa radio. Kejauhan! Apalagi, Radioterapi berarti melakukan terapi pada radio. Duh, apaan, sih!

Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi memang lebih sering dikenal sebagai Radiologi, sebuah jurusan yang beda jauh dari konsep jurusan atau fakultas pada umumnya ditingkat perguruan tinggi. Apa bedanya?

Radiologi merupakan jenjang pendidikan D3 dan D4. Lulusan Diploma 3 bergelar Ahli Madya Radiodiagnostik dan Radioterapi, sedangkan lulusan D4 bergelar Sarjana Sains Terapan (S.ST). Barangkali karena program vokasi, dimana porsi prakteknya lebih banyak ketimbang teori, maka lulusan Diploma 4 Radiologi sudah bergelar sarjana.

Bila masuk sebagai mahasiswa D3, nantinya kamu bisa alih jenjang ke D4 dan memilih spesifikasi ke CT Scan, USG, MRI, Kedokteran Nuklir, Radioterapi, dan lain-lain. Tapi jika lebih tertarik pada jenjang S1, kamu bisa melanjutkan ke Fakultas Kesehatan Masyarakat pada Jurusan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Kesehatan Masyarakat, atau Fisika Medis. Nah, pada jurusan-jurusan tersebut, kamu akan mendapat porsi teori yang lebih banyak.

 

Menjadi Seorang Radiografer


Photo by Anna Shvets on Pexels

Setelah menyelesaikan pendidikan Radiodiagnostik dan Radioterapi, kamu memiliki kecakapan dan keahlian untuk menjadi seorang Radiografer. Perlu kamu tahu, profesi ini sangat dibutuhkan seiring dengan bertambahnya jumlah rumah sakit dan klinik kesehatan. Jangan dikira cuma dokter dan perawat yang dibutuhkan didunia medis, ya!

Meskipun kebutuhan akan tenaga Radiografer cukup tinggi, orang masih enggan terlibat dibidang ini karena kekhawatiran pada risiko paparan radiasi. Tak bisa dipungkiri risiko radiasi memang ada, tapi kamu akan diajari untuk bekerja secara aman pada matakuliah K3. Keren kan, satu jurusan bisa jadi satu matakuliah, tuh.

Tentang matakuliah, kamu akan ketemu sama Matematika, Fisika Radiasi, Anatomi Rontgen, Patologi Anatomi, Fisika Imaging, dan masih banyak lagi. Kamu juga akan bertemu dengan buku-buku teks berbahasa Inggris dan Latin.

Untuk menjadi seorang Radiografer, kamu harus memiliki Surat Izin Radiografer dan Surat Izin Kerja Radiografer dari Persatuan Ahli Radiografi Indonesia (PARI). Tapi kamu tak harus menjadi seorang Radiografer, kok. Alumni Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi (TRO) bisa menjadi Terapis Radiologi, Ahli Teknologi Pengobatan Nuklir, dan lain-lain.

 

Radiologi di Indonesia


Photo by Gustavo Fring on Pexels

Kamu tertarik kuliah Radiologi dan menjadi seorang Radiografer, Sobat Pintar? Kepoin dulu minat dan kemampuanmu untuk kuliah di jurusan ini melalui Minat Pintar.


Jika kamu memang calon mahasiswa Radiologi, berikutnya kita perlu menentukan tempat kuliah yang tepat. Ada banyak perguruan tinggi yang memiliki Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi, diantaranya adalah Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang, Politeknik Kesehatan Jakarta II, Universitas Airlangga, dan masih banyak lagi.

Baca juga: Ingin Kuliah Kedokteran? Ketahui tentang Ilmu dan Profesinya

Oh, ya. Radiologi ini beda dari jenjang S3 Radiologi pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (Sp. Rad.) di Fakultas Kedokteran. Jangan ampe ketuker, lho. Catet!